"Tidak kan ada pilihan bagi pemuda untuk dirinya mengeluarkan segenap kemampuannya, jiwa, raga, pkiran serta keringat bercucuran pun bahkan tumpah darah..,untuk amanah hidupnya di Dunia dan akhiratnya"
Rabu, Mei 22, 2013
Mengenang 65 Tahun Derita Palestina
dakwatuna.com - Derita Palestina menjadi sejarah panjang yang dialami rakyat Palestina dimulai ketika orang-orang Yahudi kembali ke bumi Al-Quds secara beramai-ramai dan berdirinya secara sepihak negara Zionis Israel di Palestina yang diumumkan pada 14 Mei 1948 yang langsung diakui oleh Amerika Serikat (AS).
Derita panjang yang menjadi catatan malapetaka dikenang rakyat Palestina sebagai akibat kebiadaban teroris Zionis Israel yang membuat mereka meninggalkan rumah dan kampung halamannya untuk hijrah menyelamatkan jiwa dan iman yang melekat dalam dada.
Walaupun peristiwa Nakbah sudah berlangsung 65 tahun, akan tetapi sangat sulit dilupakan oleh rakyat Palestina khususnya, dan orang yang memiliki hati nurani serta akal sehat pada umumnya karena begitu sakitnya penderitaan bangsa Palestina akibat kekejaman yang dilakukan teroris Zionis Israel kepada anak-anak yang tidak berdosa, kaum wanita, dan orang-orang tua yang sudah uzur.
Pendirian Negara Israel pada 1948 juga merupakan petanda besar kehancuran dunia. Kembalinya Yahudi ke bumi merupakan petaka umat Islam yang belum terhapus hingga hari ini.
Seperti kita ketahui, orang-orang Yahudi dihukum Allah 2000 tahun akibat perbuatan mereka membunuh para Nabi, membuat kerusakan di muka bumi dan mengingkari perintah Allah.
Allah menggambarkan sifat buruk orang-orang Yahudi.
Pendirian Zionis Internasional dan Deklarasi Balfour
Jenderal Allenby memasuki kota Al-Quds, 1917. (Doc. palestine-primer.com)
Setelah serangkaian upaya Zionis Israel gagal untuk merebut tanah Palestina yang dimulai semenjak munculnya organisasi Zionis Dunia yang diprakarsai oleh seorang wartawan dan penulis Yahudi dari Austria, Theodor Herzl dalam kongres Zionis pertama di Bassel, Swiss pada 1897.
Dimana kongres ini menghasilkan resolusi tentang Palestina yang harus menjadi pemukiman bangsa Yahudi.
Melalui Deklarasi Balfour, Sekretaris urusan luar negeri pemerintah Inggris, Arthur James Balfour menjanjikan dukungan Inggris untuk mendirikan sebuah “rumah nasional Yahudi di Palestina”.
Deklarasi ini berbentuk surat tertanggal 2 November 1917 dari Arthur James Balfour kepada Lord Rothchild, penyandang dana Zionis dunia yang membiayai perpindahan bangsa Yahudi dari Eropa ke Palestina. Deklarasi ini berisi menyatakan dukungan Inggris atas pembentukan tanah air bangsa Yahudi di Palestina. Deklarasi ini juga dianggap sebagai awal Nakbah (bencana) yang menimpa rakyat Palestina.
Deklarasi itu telah dibahas secara mendalam dan teks resminya yang diputuskan pada 31 Oktober 1917 oleh Kabinet Perang di London. Pada waktu itu juga, berlakunya serangan tentara Inggris untuk menjajah Palestina.
Palestina secara resmi jatuh ke tangan penjajah pada era modern ini setelah Palestina jatuh ke tangan Inggris yang menjajah tanah suci tersebut. Inggris di bawah pimpinan Jenderal Allenby berhasil menjajah Palestina dari naungan Khilafah Turki Utsmani. Ribuan sukarelawan Yahudi bergabung dalam pasukan Allenby itu.
Pasukan Allenby bersama sukarelawan Yahudi berhasil menjajah Palestina sejak Desember 1917 setelah memulai serangan pertama pada 31 Oktober 1917.
Pada tahun 1919, selepas Perang Dunia Pertama, kota Al-Quds yang di dalamnya terdapat Masjid Al-Aqsha dan seluruh wilayah Palestina jatuh ke tangan Inggris. Inggris akhirnya berhasil menumpas Khilafah Turki Utsmani.
Setelah Deklarasi Balfour dan masuknya pasukan Allenby bersama sukarelawan Yahudi ke Al-Quds, gerakan Zionisme mulai mendorong migrasi kaum Yahudi ke berbagai wilayah Palestina. Sesuai keputusan Konferensi Zionisme Internasional pertama, gerakan migrasi dan penguasaan tanah Palestina dilakukan dengan cara-cara :
Pertama, pembelian tanah orang Arab-Palestina secara besar-besaran untuk membangun pemukiman Yahudi. Dana untuk pembelian tanah dari rakyat Palestina cukup besar, tetapi ternyata animo orang Yahudi untuk bermigrasi ke Palestina sangat rendah.
Kedua, untuk memaksa orang Yahudi bermigrasi, kaum Zionis terpaksa melakukan teror-gelap terhadap orang-orang Yahudi sendiri di Eropa, untuk memaksa mereka mau ber-exodus (migrasi besar-besaran) ke Palestina.
Ketiga, selain itu kaum Zionis juga melakukan embargo terhadap rakyat Palestina dengan menutup jalur suplai kebutuhan sehari-hari dan kadangkala dengan cara-cara intimidasi, sehingga mereka jatuh miskin dan terpaksa atau dipaksa menjual tanah atau berpindah tempat meninggalkan kampung halaman mereka.
Keempat, di samping itu gerombolan-gerombolan teroris Zionis ekstrim secara terus-menerus melakukan teror dan pembunuhan gelap terhadap rakyat Palestina untuk memaksa mereka meninggalkan tanah dan tempat tinggalnya. Tindakan itu dilakukan sejak tahun 1920 sampai dengan sekarang.
Kelima, membangun kepemimpinan orang Yahudi di Palestina dalam bidang ekonomi dan politik.
Maka dari rentetan peristiwa itu, dimulailah perpindahan secara besar-besaran bangsa Yahudi ke Palestina di bawah naungan Inggris dari tahun 1918-1947.
Pendirian Negara Haram Zionis Israel
David Ben Gurion secara sepihak memproklamirkan berdirinya “Negara Zionis Israel”, 14 Mei 1948. (Doc. desertpeace)
Peristiwa Nakbah diawali dengan tindakan teror, penangkapan, dan pembantaian yang dilakukan oleh kelompok teroris Zionis Ekstrim Irgun pimpinan Menachem Begin –pernah menjabat Perdana Menteri Israel dari Partai Likud (21 Juni 1977-10 Oktober 1983)- terhadap rakyat Palestina Tiberius pada 18 April 1948, menyebabkan 5.500 orang rakyat Palestina mengungsi menyelamatkan diri.
Pembantaian terhadap rakyat Palestina terus berlanjut. Pembantaian ini dilakukan oleh tentara-tentara teroris Zionis Israel dan Kelompok teroris Zionis ekstrim seperti Haganah, Stern Gang, Bachnach, Irgun Levi L’ummi, dan sebagainya. Mereka bersenjata lengkap, sementara yang diserangnya hanya rakyat biasa yang tidak memiliki senjata apa pun.
Pada 28 April 1948, kelompok teroris Zionis ekstrim Irgun kembali memborbadir fasilitas-fasilitas milik rakyat sipil di kota Jaffa, kota terbesar di Palestina pada saat itu menyebabkan 750.000 rakyat Palestina ketakutan dan panik pergi mengungsi.
Pada 14 Mei 1948, pukul 16.00 waktu setempat di Tel Aviv Museum, David Ben Gurion, pemimpin kelompok teroris Zionis ekstrim Haganah dan tokoh Zionis Internasional yang kemudian menjadi Perdana Menteri Israel pertama (14 Mei 1948 – 07 Desember 1953), secara sepihak –setelah mandat inggris berakhir- memproklamirkan berdirinya “Negara Zionis Israel” yang pada hakekatnya merupakan penegasan tentang awal penjajahan Zionis Israel terhadap rakyat Palestina yang didukung oleh sekutunya Amerika Serikat (AS).
Terbukti hanya berselang 10 menit setelah proklamasi “Berdirinya Negara Zionis Israel”, Presiden AS Harry S. Truman langsung mengumumkan sikap resmi negaranya, mengakui dan mendukung berdirinya “Negara Zionis Israel” di atas bumi Palestina, serta langsung membuka hubungan diplomatik secara resmi diikuti oleh negara-negara lain seperti Inggris, Rumania, dan Uruguay.
Secara resmi, bantuan AS terhadap Israel dilakukan pada 31 Januari 1949.
Berdirinya “Negara Zionis Israel” terwujud dalam proses tiga puluh satu tahun setelah deklarasi Balfour dan setelah pembinaan dan pengasuhan oleh pemerintah Inggris.
Pengusiran Massal Rakyat Palestina
Jutaan rakyat Palestina terpaksa mengungsi saat peristiwa Nakbah. (Doc. sabbah.biz)
Proklamasi “Berdirinya Negara Zionis Israel” semakin memperluas perpindahan populasi Yahudi di berbagai belahan dunia yang terasing dan teraniaya terutama di Eropa Timur dan Rusia. Pada awal mandat Inggris (1919), jumlah orang Yahudi di Palestina adalah sekitar 59.000 jiwa (9% dari populasi). Pada tahun 1948, jumlahnya meningkat menjadi 605.000 Yahudi melalui imigrasi yang dibantu oleh rekayasa peristiwa Holocaust (pembantaian bangsa Yahudi oleh Nazi pada tahun 1933) dari seluruh dunia. Tetapi bahkan pada saat itu, angka ini hanya merupakan 30% dari total penduduk Palestina. Dan mereka hanya menguasai 7% dari total luas lahan Palestina.
Di samping itu, semakin meluasnya tindakan teror dan brutal kelompok Zionis Israel untuk membunuh anak-anak, wanita, dan kaum tua, serta menghancurkan rumah-rumah penduduk. Maka, lebih dari 750.000 rakyat Palestina mengungsi ke daerah perbatasan seperti Libanon, Suriah, Yordania, Mesir, Yaman dan beberapa Negara Teluk.
Pemerintah Zionis Israel yang baru didirikan menyita tanah dan properti para pengungsi tanpa menghormati hak-hak rakyat Palestina atau keinginan untuk kembali ke rumah mereka. hingga kini mereka tidak dapat kembali ke rumah dan kampung halamannya. Lebih dari 475 desa dan kota Palestina disita, sebagian besar hancur.
Sejarawan Israel Tom Segev melaporkan bahwa “Seluruh kota dan ratusan desa dibiarkan kosong merupakan pemindahan populasi dengan imigran [Yahudi] baru … orang bebas – Palestina – telah pergi ke pengasingan dan menjadi pengungsi miskin, pengungsi miskin (Yahudi) mengambil tempat orang pengasingan menjadi langkah pertama dalam kehidupan mereka sebagai orang bebas. Satu kelompok [Palestina] kehilangan semuanya sementara yang lain [Yahudi] menemukan segalanya yang mereka butuhkan (meja, kursi, lemari, panci, piring, kadang-kadang pakaian, album keluarga, buku radio, hewan peliharaan….)“
Saat ini, ada 4,4 juta pengungsi Palestina yang terdaftar di Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan setidaknya lebih dari satu juta orang pengungsi Palestina lainnya yang belum terdaftar. Jadi mayoritas rakyat Palestina, sekitar enam juta orang adalah pengungsi.
Negara Teroris Dan Rasis Tanpa Perbatasan Yang Jelas
Peta Israel Raya (Doc. sweetliberty.org)
Dari catatan sejarah di atas, sudah jelas Negara Zionis Israel didirikan atas dasar konspirasi dan terorisme. Sejatinya Zionis Israel akan terus menumpahkan darah rakyat Palestina hingga Zionis Israel mengosongkan bumi Palestina dari orang-orang selain bangsa Yahudi. Dalam buku yang berjudul “Zionisme Gerakan Menaklukan Dunia” karya Z.A. Maulani, Gerakan Zionisme adalah suatu gerakan berdasarkan prinsip ‘rasisme’. Rasisme adalah suatu paham yang mempercayai bahwa suatu ras tertentu lebih unggul daripada ras-ras yang lain. Hal itu didasarkan pada paham:
Berdasarkan Talmud kaum Yahudi mempercayai mereka adalah “Ummat Pilihan Tuhan”, dan memiliki derajat dan keunggulan di atas bangsa-bangsa mana pun. Berdasarkan Talmud pula bangsa-bangsa non-Yahudi tergolong sebagai “goyyim”, yang artinya ‘subhuman’, atau “kaum budak”, bagi bangsa Yahudi.
Berdasarkan prinsip rasis tadi, kaum Yahudi bersikap dan berperilaku rasis pula.
Di mata kaum Yahudi semua bangsa tanpa kecuali, termasuk orang Palestina, tergolong ‘goyyim’, yang artinya lebih rendah derajatnya dari manusia, dan karenanya “tidak boleh dan tidak dapat diperlakukan sebagai manusia”.
Berdasarkan prinsip rasis tersebut kaum Yahudi menghalalkan segala cara terhadap kaum ‘goyyim’, termasuk cara-cara terorisme sebagai modus operandi utama untuk membangun negara Yahudi.
Negara Zionis Israel sejak dicita-citakan sampai dengan berdirinya sebagai suatu negara didirikan di atas pondasi “terorisme oleh negara” sampai dengan sekarang.
Apa Kata Tokoh-Tokoh Zionis Israel?
Sikap angkuh dan tidak berperi-kemanusiaan Zionis sebagai Negara teroris dan rasis juga dapat disimak dari pernyataan-pernyataan para hachom (alim-ulama) dan rabbi (guru agama) Yahudi serta para pemuka Zionis seperti dikutip di bawah ini:
“Usir penduduk yang tak berduit sesenpun itu keluar perbatasan (Palestina) dengan cara menolak lapangan-kerja … Kedua proses, baik meniadakan mereka dari kepemilikan maupun pengusiran kaum melarat itu, harus dilaksanakan dengan cara yang sangat hati-hati dan dengan kewaspadaan.” (Theodore Herzl, pendiri Organisasi Zionis Dunia, yang berbicara tentang bangsa Arab-Palestina, diangkat dari ‘Complete Diaries of Theodore Herzl’, entri tanggal 12 Juni 1895).
Keterangan Rabin setelah jatuhnya Lydda, dan tuntasnya pelaksanaan Rencana Dalet pada tahun 1960, sebagaimana diceriterakan oleh Uri Lubrani, penasehat khusus perdana menteri Ben-Gurion bidang Urusan Arab, “Kita akan menurunkan peran penduduk Arab (di Palestina) menjadi tidak lebih daripada tukang potong kayu dan pelayan.”(Sabri Jiryas, ‘The Arabs in Israel’)
Hingga kini, selama lebih dari tujuh tahun, Mantan Perdana Menteri Israel, Ariel Sharon dalam keadaan koma karena menderita stroke. (Doc. Siasat.pk)
“Kita harus melakukan segala upaya untuk menjamin agar mereka (pengungsi Palestina) tidak akan pernah kembali (ke Palestina).” (Diangkat dari buku harian perdana menteri Ben-Gurion, entri 18 Juli 1948, sebagaimana dikutip dalam buku Michael Ben-Zohar, ‘Ben Gurion: the Armed Prophet’, Prentice-Hall, 1967, h. 157)
“Kita harus menggunakan teror, pembunuhan, intimidasi, penyitaan tanah, dan pemutusan semua pelayanan sosial untuk membersihkan tanah Galilea dari penduduk Arab.” (Israel Koenig, ‘The Koenig Memorandum’, 1978)
“Sekiranya saya seorang pemimpin bangsa Arab, saya tidak akan pernah membuat perdamaian dengan Israel. Ini wajar: kita telah merampas negeri mereka.” (David Ben-Gurion sebagaimana dikutip dari buku Nahum Goldmann, ‘The Jewish Paradox’, Weidenfeld and Nicholson, 1978, h. 99)
“(Orang Palestina) tidak lain adalah binatang yang berjalan di atas dua-kaki.” (Menachem Begin dalam pidatonya di depan Knesset, sebagaimana dikutip dari buku Amnon Kapeliouk, ‘Begin and the Beasts’, New Statesmen, tanggal 25 Juni 1982)
“Kita menyatakan secara terbuka bahwa orang Arab tidak punya hak berdiam bahkan satu sentimeter pun di Erzt Israel… Kekuatan (militer) adalah satu-satunya yang mereka pahami. Kita akan gunakan kekuatan secara maksimum sehingga orang Palestina akan mendatangi kita dengan merangkak.” (Rafael Eitan, kepala staf tentara Israel, sebagaimana dilaporkan oleh Sk. Yediot Ahronot tanggal 13 April 1983 dan Sk. The New York Times tanggal 14 April 1983)
“Tiap orang harus bergerak, berlari, dan merebut puncak bukit sebanyak mungkin untuk memperluas pemukiman, karena apa yang kita rebut hari ini akan menjadi milik kita untuk selama-lamanya …Apa yang tidak kita rebut akan menjadi milik mereka.” (Pidato Ariel Sharon, laporan AFP pada tanggal 15 Nopember 1998)
Hal yang unik selama “Berdirinya Negara Zionis Israel” ialah bahwa Negara Zionis Israel adalah satu-satunya negara di dunia yang tidak memiliki perbatasan yang jelas, atau dengan kata lain, tidak memiliki perbatasan sama sekali, baik dalam gagasan maupun dalam konstitusinya. Luas wilayah negara Israel yang dibentuk tidak pernah ditentukan.
Konsepsi tentang wilayah dan batas-batas Negara Zionis Israel didasarkan pada Kitab Taurat. Berdasarkan Taurat, wilayah Negara Zionis Israel luasnya “dari sungai Nil sampai ke sungai Eufrat dan Tigris” (Genesis Revisi ke-15, ayat 18), tanah-air menurut ajaran agama Yahudi adalah “Tanah Suci” (Kitab Zakaria 2:12), tanah itu adalah “Tanah Tuhan, karena Tuhan tinggal di sana” (Kitab Yusya 9:3), tanah itu adalah “Tanah yang Dijanjikan oleh Tuhan kepada Ibrahim” (Kitab Tatsniah 11:12), dan menurut Taurat lagi, tanah itu adalah “Tanah pilihan untuk diwariskan kepada Umat Pilihan”. Taurat tidak dengan jelas menetapkan tentang batas-batas wilayah ‘Erzt Israel’. Lagipula Deklarasi Balfour hanya menyebut “Tanah Air bagi Bangsa Yahudi” di Palestina tanpa menetapkan batas-batasnya.
Konsep agama ini oleh Kaum Zionis sekuler tetap dipertahankan, tetapi lebih dikembangkan, disesuaikan dengan ambisi gerakan Zionisme. Ketika ditanya tentang batas-batas Negara Zionis Israel, Chaim Weizmann, presiden pertama Negara Zionis Israel, menegaskan, “Luas negara Israel tidak ditentukan. Luasnya akan disesuaikan dengan kebutuhan dan jumlah penduduknya”.
Perdana menteri Zionis Israel Golda Meir bahkan dengan congkak menyatakan, luas Negara Zionis Israel adalah “sejauh yang dapat dicapai oleh militer Israel”.
Juga pernyataan David Ben Gurion dalam pidato pengarahannya kepada Staf Umum tentara Zionis Israel pada bulan Mei 1948 yang begitu jelas mengatakan “Kita harus bersiap untuk melaksanakan ofensif. Tujuan kita adalah menghancurkan Libanon, Trans-Jordania, dan Suriah. Titik lemah adalah Libanon, karena rejim muslim yang ada bersifat artifisial dan mudah dirobohkan. Kita harus menegakkan suatu negara Kristen di sana, dan kemudian kita akan hancurkan Legiun Arab, menghabisi Trans-Jordania; selanjutnya Suriah akan jatuh dengan sendirinya. Kemudian kita akan membom dan bergerak untuk menduduki Port Said, Iskandariah, dan Sinai.” (Diangkat dari buku Michael Ben-Zohar, ‘Ben-Gurion: A Biography’, Delacorte, New York, 1978).
Jadi, pantaskah kita peringati “Hari Berdirinya Negara Zionis Israel” dan mencantumkan “Negara Zionis Israel” dalam atlas peta dunia yang kita pegang? (usb/Rana Setiawan/mirajnews)
sumber http://www.dakwatuna.com/2013/05/14/33260/mengenang-65-tahun-derita-palestina/#axzz2TzIN8BDW
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar