Karakteristik Jalan Menanjak Saat Mekanisme Pembebanan, Waktu Pembebanan dan Suhu Pembebanan Terhadap Sifat-sifat Bitumen pada Perkerasan Lentur”
Sub Topik : 1. Pengaruh Sifat-sifat Bitumen Terhadap Karakteristik Jalan
Observasi di Jalan Tentara Pelajar Solo
1. Pendahuluan
Perkembangan jalan seiring dengan perkembangan manusia dalam pemenuhan kebutuhan yang tidak berada dalam satu tempat, maka terdapat pergerakan yang mengakibatkan terjadinya transportasi. Transportasi membutuhkan prasarana melalui jalan. Jalan akhir-akhir ini mengalami kenaikan dalam prosentase pembebanan jalan dan kapasitas jalan. Dengan pertambahan pembebanan maka upaya yang realistik untuk mempertahankan kemampuan jalan menerima kondisi layan tersebut salah satunya adalah mengetahui sifat bitumen tertentu terhadap karakteristik jalan.
Fungsi perkerasan jalan ialah untuk menyebarkan beban dari roda kendaraan ke lapisan tanah dasar, sehingga kekuatan tanah dasar tidak dilampaui, disamping untuk memberikan kenyamanan bagi pengguna kendaraan itu sendiri. Efektifitas perkerasan jalan ini, tergantung pada jenis dan sifat dari perkerasan tersebut, dimana salah satunya ialah sifat dari campuran beraspal sebagai lapisan permukaan atau sebagai lapisan pondasi. Perkerasan yang mempunyai modulus yang lebih besar, akan menyebarkan beban roda kendaraan ke bidang yang lebih luas, sehingga tegangan yang bekerja di atas tanah dasar akan menjadi lebih kecil.
Aspal di Indonesia biasa diperoleh dengan proses destilasi minyak bumi menghasilkan beberapa macam aspal berdasarkan atas sifat-sifatnya yang berbeda-beda. Salah satunya adalah Aspal Keras (AC/Asphalt Cement) dan aspal ini terbagi atas beberapan sifat dan dinyatakan dalam bentuk penetrasi, contoh: AC 40/50, AC 60/70, AC 85/100, AC 120/150, AC 200/300. AC dengan penetrasi rendah dipakai untuk daerah yang memiliki cuaca panas dan volume lalu lintasnya tinggi, sedangkan AC dengan penetrasi tinggi dipakai untuk daerah dingin atau untuk volumenya rendah. Dari jenis aspal terdapat beberapa sifat di atas, berdasarkan kesesuaian dengan kondisi jalan. Gambar 1. Cocok untuk perkerasan dengan Aspal keras Penetrasi rendah.
Gambar 1. Karakter jalan yang cocok untuk campuran aspal keras penetrasi rendah
Aspal mempunyai sifat thermoplastic yaitu bersifat kental atau keras bila temperature berkurang dan akan bersifat lunak/cair apabila temperature bertambah. Dengan penambahan suhu misal terjadi pada kondisi lapangan suatu perkerasan lentur, maka terjadi sifat thermoplastic dan apabila di barengi dengan penambahan beban, maka dimungkinkan terjadi deformasi pada perkerasan lentur.
Gambar 2. Tingkat beban tinggi pada perkerasan lentur
Campuran beraspal panas didefinisikan sebagai kombinasi antara agregat yang dicampur merata dan dilapis dengan aspal keras. Untuk mengeringkan agregat dan mencairkan aspal agar mudah dicampur dan dipadatkan dengan baik maka bahan tersebut harus dipanaskan sebelum pencampuran. Hal ini sejalan dengan sifat yang dimiliki aspal, yaitu sangat dipengaruhi oleh temperatur. Disamping itu, kekakuan aspal dipengaruhi juga oleh lamanya waktu pembebanan. Berhubung aspal merupakan bagian dari campuran beraspal yang berfungsi sebagai bahan pengikat butiran agregat maka sifat campuran pun akan mengalami perubahan sejalan dengan berubahnya temperatur dan lamanya waktu pembebanan (M. Sjahdanulirwan 2009)
Kekakuan aspal sangat dipengaruhi oleh temperatur dan waktu pembebanan. Untuk itu, apabila aspal yang digunakan memiliki kekakuan tinggi maka campuran beraspal tersebut tidak peka terhadap pengaruh temperatur tinggi dan lamanya waktu pembebanan, namun umur kelelahannya lebih pendek.
Dalam observasi memberikan ilustrasi pembebanan jalan pada kondisi miring yang dipacu juga dengan suhu yang sering mengakibatkan kerusakan struktur perkerasan lentur. Setelah identifikasi survai dan diperoleh data sekunder jalan, maka analisis digunakan untuk menghubungkan data keadaan jalan dengan teori mengenai material perkerasan jalan Hasil analisa tersebut kemudian diambil kesimpulan sehingga diketahui penyebab kerusakan jalan raya dan memberikan gambaran ilustrasi hubungan beban,tanjakan,suhu serta kecepatan kendaraan.
1. Landasan Teori
2.a BINDERS ( Bahan Pengikat)
T ar
Hasil sampingan dari karbonasi batu bara atau kayu pada saat produksi gas jarang dipakai lagi sebagai binder setelah digunakan bitumen, juga dicurigai mengandung Toxic Chemical yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan, juga peka terhadap perubahan temperature Test yang dilakukan adalah Standard Test Viscometer (STV).
Natural Asphalt
Tersedia secara alami, biasanya tervampur dengan inorganic material, sumbernya tersebar di berbagai tempat di dunia, yang terkenal dengan deposit terbesar adalah di lake Trinidad (TLA). Di Indonesia natural asphalt berupa Rock asphalt yang sudah dimanfaatkan berasal dari P. Buton (ASBUTON) Karena tercampur dengan mineral lain, kandungan asphaltnya bervariasi. (contoh B10, B30, TLA mengandung 54% binder, 36% mineral dan 10% organic). Termasuk asphalt keras dengan penetrasi 2 dmm, softening point 95 0C. Dicampur dengan perbandingan 50/50 dengan 200pen untuk mendapatkan 50pen. Dipakai untuk lapisan perkerasan yang tahan terhadap deformasi
Bitumen
Merupakan hasil lanjutan dari residu hasil proses dari destilasi minyak bumi. Jenis asphalt ini yang sekarang banyak digunakan untuk pavement. Minyak mentah dari Far East (termasuk Indonesia) kurang bagus untuk produksi asphalt karena mengandung terlalu banyak wax, sampai 50% dari hasil akhir bitumen. Minyak dari Middle East labih baik karena hanya mengandung 6% wax (lilin)
Jenis aspal berdasarkan bahan dasar:
Asphalt panas (penetration grade bitumen)
Asphalt cair (cutback bitumen)
2.b Aspal dan Temperatur
Kekakuan aspal sangat dipengaruhi oleh temperatur dan waktu pembebanan. Untuk itu, apabila aspal yang digunakan memiliki kekakuan tinggi maka campuran beraspal tersebut tidak peka terhadap pengaruh temperatur tinggi dan lamanya waktu pembebanan, namun umur kelelahannya lebih pendek.
Berdasarkan NAPA (1996) yang dicuplik dari Epps, J.A (1986)
mengatakan bahwa aspal yang ideal adalah dapat memperbaiki atau meningkatkan sifat atau karakterisrik campuran beraspal dan kemudahan kerja. Yaitu aspal yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
(a) Kekakuan rendah atau viskositas yang relatif tinggi sehingga tidak memerlukan temperatur tinggi untuk pemompaan aspal, pencampuran dan pemadatan.
(b) Kekakuan tinggi pada saat temperatur tinggi (musim panas) untuk menghindari alur (rutting) dan sungkur (shoving).
(c) Kekakuan rendah pada saat temperatur rendah (musim dingin) untuk menghindari retak.
(d) Kelekatan terhadap agregat yang tinggi untuk menghindari pengelupasan (stripping). Beberapa negara telah mengembangkan model atau hubungan antara jumlah repetisi beban (umur layan)
dengan karakteristik campuran, seperti model yang dikembangkan oleh Shell sebagaimana ditunjukkan pada persamaan Pada persamaan 1 terlihat bahwa keruntuhan campuran beraspal erat kaitannya dengan volumetrik campuran dan kekakuan campuran. Sedangkan kekakuan campuran selain dipengaruhi oleh volumetrik campuran juga oleh kekakuan aspal (persamaan 2 dan 3).
Shell (1995) mengilustrasikan tentang hubungan antara kekakuan aspal dengan variasi temperatur dan waktu pembebanan, yang diillustrasikan pada Gambar 1.
Adapun kekakuan aspal yang disarankan untuk memperoleh kekakuan campuran yang memiliki elastisitas yang diharapkan adalah sebesar 5 MPa atau sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2 (S.F. Brown, 1980).
The Asphalt Institute (1993) menyatakan bahwa pemilihan aspal harus disesuaikan dengan kondisi temperatur lapangan. Untuk temperatur lapangan yang panas atau temperatur udara rata-rara tahunan lebih besar atau sama dengan 24oC maka disarankan menggunakan AC-20, AR-8000 dan Aspal Keras Pen 60 atau AC-40, AR-16000 dan Aspal Keras Pen 40. Sedangkan The Asphalt Institute (1997) menyarankan bahwa untuk kecepatan kendaraan yang lambat atau waktu pembebanan yang relatif lama sebaiknya menggunakan aspal dengan PG 64. Sedangkan untuk waktu pembebanan lama (beban statis) dan temperatur lapangan tinggi, disarankan menggunakan aspal dengan PG 70.
2. Analisis dan Pembahasan
3.a Analisis dan Pembahasan Survai
TABEL IDENTIFIKASI VISUAL JALAN TENTARA PELAJAR | |||
NO | IDENTIFIKASI | JAWAB | JUMLAH/KET. |
1. | KONDISI UMUM JALAN | ||
a. Panjang jalan | 1,33 km | ||
b. Lebar Jalan | 4,9 x 2 m | ||
c. Fungsi Jalan | kolektor primer | ||
d. Klasifikasi Jalan | kelas II | ||
e. Drainase | tidak terdapat selokan | ||
f. Kemiringan Jalan Rata2 (Slope) | 2,60% | Berdasarkan Bantuan Google Earth | |
g. Bahu Jalan | Tidak Ada | ||
f. Parkir | tidak terdapat tempat parkir on Street | ||
g. Beban Jalan Berdasarkan Beban Max. | |||
h. Kondisi Lalu Lintas | Lancar di dominasi kendaraan berat | ||
i. Jumlah Lajur/Jalur | 2 jalur 2 lajur | ||
J. Suhu Rata2 Kota Solo | 26 C | Pendekatan Studi Pustaka | |
2. | KONDISI PERKERASAN JALAN | ||
a. Tipe Perkerasan | perkerasan lentur | ||
b. Penyusun dan material yang dipakai | Lapisan permukaan : terdiri dari batu pecah, kerikil, dan stabilisasi tanah dengan semen atau kapur | ||
Lapis pondasi atas : Bermacam – macam bahan alam atau bahan setempat (CBR>/50%, PI<4%) antara lain abut pecah, krikil, dan stabilisasi tanah dengan semen atau kapur. | |||
Lapis pondasi bawah : Bahannya dari bermacam-macam tanah setempat (CBR >/20%. PI < 10%) yang relative lebih baik dari tanah dasar | |||
Tanah dasar : permukaan tanah semula atau permukaan tanah galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakkan bagian-bagian perkerasan lainnya | |||
c. Ketebal Perkerasan | |||
d. Kerataan Perkerasan | Jalan umumnya retak dan bergelombang | ||
e. Kondisi Permukaan Perkerasan | Jalan umumnya retak dan bergelombang |
3.b Analisis dan Pembahasan Kerusakan Perkerasan Jalan
3 | KERUSAKAN PERKERASAN JALAN | |
Slope Jalan yang Rusak Max. | 11,50% | |
a | Deformation | |
1.Depression (amblas) | ada | |
2.Faulting (Patahan) | ada | |
3. Pumping | tidak | |
4. Rocking | tidak | |
b | Crack (Retak) | |
blok/sudut/diagonal/ memangjang/ melintang | Ada Crocodile Crack/Aligator Crack | |
/tidak beraturan | ada | |
c | Kerusakan Pengisi Sambungan | tidak |
d | Spalling (Gompal) | ada |
e | Kerusakan Tepi Slab | tidak |
f | Kerusakan Tekstur Permukaan | |
Keausan Agregat Mortar (Scaling) | ada | |
Kekesatan (polished agregat) | ada | |
g | Pothole | tidak |
h | Bleeding (genangan aspal di perm.jln) | ada |
i | Ketidak Cukupan drainase | iya |
4 | ||
KONDISI BLEEDING | ||
a | Diameter bleeding | 60 |
b | Jarak antar bleeding | 50 |
c | Ketinggian bleeding | 4,67 |
d | lebar kerusakan perkerasan | 4m |
e | Jarak antar bleeding memanjang | 80 |
3.c Analisis Mekanisme Pembebanan Jalan Menanjak dan temperature
Pembebanan di jalan Tentara Pelajar di kelompokkan menjadi beberapa konfigurasi beban menurut manual perkerasan jalan dengan alat Benkelman beam No.1/MN/BM/83 atau dapat dilihat di gambar berikut.
(Sumber :Ary Suryawan,2009)
P (Gaya) |
Kekakuan aspal sangat dipengaruhi oleh temperatur dan waktu pembebanan. Untuk itu, apabila aspal yang digunakan memiliki kekakuan tinggi maka campuran beraspal tersebut tidak peka terhadap pengaruh temperatur tinggi dan lamanya waktu pembebanan, namun umur kelelahannya lebih pendek.
3.d Analisis dan Pembahasan penentuan tebal perkersan akibat beban
Pengaruh pembebanan dari beban maksimun ini yaitu tebal Perkerasan jalan. Menurut SNI 03-1732-1989 tentang perencanaan tebal perkerasan dengan analisa konponen yang berpengruh besar ialah Lalu lintas Jumlah Lajur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C), ekivalen beban sumbu kendaraan (E), Faktor Regional (FR), Indeks Permukaan (IP)
3.e Penentuan Alinenemen Vertikal
Dalam penentuan Alinemen Vertikal ini untuk mengetahui Slope atau kemiringan dari suatu jalan menggunakan pendekatan Google earth untuk mengetahui kemeringan maksimum jalan yang mengalami kerusakan dan di indentifikasi menurut pola pembebanan. Gambar berikut merupakan gambar untuk mengehui slope jalan Tentara Pelajar.
Gambar. Penentuan Slope dengan Google earth
mas ni tugas pa inisiatif sendiri?
BalasHapushaaaaa......... selektifnya............
BalasHapusiya betul..he
BalasHapus